Pembentukan Janin








1. Pendahuluan
Manusia ada yang tinggi, mancung, sipit, rambut hitam, ikal lurus dan lain-lain. Ternyata di balik semua itu manusia ibentuk melalui mekanisme yang sama jauh di dalam rahim bunda tercinta. Berikut penjabaran tentang mekanisme pembentukan janin, mulai dari penyatuan gamet yaitu fertilisasi sampai dilahirkannya janin.
Zigot yang terbentuk dari penyatuan gamet akan mengalami berbagai proses menakjubkan yang akan membuat kita berseru akan kebesaran Tuhan. Selamat membaca!
2. Pengertian Janin
Janin atau embryo adalah makhluk yang sedang dalam tingkat tumbuh dalam kandungan. Kandungan itu berada dalam tubuh induk atau diluar tubuh induk (dalam telur). Tumbuh adalah perubahan dari bentuk sederhana dan muda sampai bentuk yang komplek atau dewasa (Wildan yatim, 1990).
Sedangkan dalam Microsoft Encarta 2006 disebutkan bahwa janin merupakan suatu hewan bertulang belakang yang belum lahir pada suatu fase dimana semua ciri struktural orang dewasa sudah dapat dikenal, terutama keturunan manusia yang belum lahir setelah delapan minggu pertumbuhan.


3. Proses Pembentukan Janin
3.1 Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone (Wildan yatim, 1990).
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1.Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
2. Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.
3. Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
4. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
5. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari :
1.      Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
2.      Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
3.      Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan untuk motilitas.
4.      Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern dan ductus ejakulotorius.
3.2 Oogenesis
1. Sel-Sel Kelamin Primordial
Sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam ektoderm embrional dari saccus vitellinus, dan mengadakan migrasi ke epitelium germinativum kira-kira pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri. Masing-masing sel kelamin primordial (oogonium) dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk folikel primordial.

2. Folikel PrimordiaL
Folikel primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan folikel ini dihasilkan sebanyak 200.000. Sejumlah folikel primordial berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanak-kanak, tetapi tidak satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu folikel dapat menyelesaikan proses pemasakan dan disebut folikel de Graaf dimana didalamnya terdapat sel kelamin yang disebut oosit primer.
3. Oosit Primer
Inti (nukleus) oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n). Satu pasang kromosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom yang lain disebut autosom. Satu kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin membawa gen-gen yang disebut DNA.
4. Pembelahan Meiosis Pertama
Meiosis terjadi di dalam ovarium ketika folikel de Graaf mengalami pemasakan dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau ovum membelah sehingga kromosom terpisah dan terbentuk dua set yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Satu set tetap lebih besar dibanding yang lain karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut oosit sekunder. Sel yang lebih kecil disebut badan polar pertama. Kadang-kadang badan polar primer ini dapat membelah diri dan secara normal akan mengalami degenerasi.
Pembelahan meiosis pertama ini menyebabkan adanya kromosom haploid pada oosit sekunder dan badan polar primer, juga terjadi pertukaran kromatid dan bahan genetiknya. Setiap kromosom masih membawa satu kromatid tanpa pertukaran, tetapi satu kromatid yang lain mengalami pertukaran dengan salah satu kromatid pada kromosom yang lain (pasangannya). Dengan demikian kedua sel tersebut mengandung jumlah kromosom yang sama, tetapi dengan bahan genetik yang polanya berbeda.

5. Oosit Sekunder
Pembelahan meiosis kedua biasanya terjadi hanya apabila kepala spermatozoa menembus zona pellucida oosit (ovum). Oosit sekunder membelah membentuk ovum masak dan satu badan polar lagi, sehingga terbentuk dua atau tiga badan polar dan satu ovum matur, semua mengandung bahan genetik yang berbeda. Ketiga badan polar tersebut secara normal mengalami degenerasi. Ovum yang masak yang telah mengalami fertilisasi mulai mengalami perkembangan embrional.
3.3 Fertilisasi
Menurut Sri Sudarwati (1990) fertilisasi merupakan proses peleburan dua macam gamet sehingga terbentuk suatu individu baru dengan sifat genetic yang berasal dari kedua parentalnya. Sedangkan menurut Wildan Yatim (1990) fertilisasi merupakan masuknya spermatozoa kedalam ovum. Setelah spermatozoa masuk, ovum dapat tumbuh menjadi individu baru.
Spermatozoa yang mengelilingi ovum akan menghasilkan enzim hialuronidase, yaitu enzim yang memecah protoplasma pelindung ovum agar dapat menembus ovum dengan sedikit lebih mudah. Enzim tersebut merusak korona radiata dan memudahkan penembusan zona pellucida hanya untuk satu sperma saja. Badan dan ekor sperma terpisah dari kepala segera setelah masuk ke dalam ovum. Segera setelah kedua sel bersatu, kumparan kutub kedua dalam inti (nukleus) ovum mengalami pembelahan meiosis kedua dan mampu bersatu dengan inti sperma, sehingga terbentuk kromosom diploid(2n).
3.4 Perkembangan Janin di Rahim
1. Pembelahan
Menurut yatim (1990:155) pada manusia pembelahan terjadi secara holobastik tidak teratur. Dimana bidang dan waktu tahap-tahap pembelahan tidak sama dan tidak serentak pada berbagai daerah zigot. Awalnya zigot membelah menjadi 2 sel, kemudian terjadi tingkat 3 sel, kemudian tingkat 4 sel, diteruskan tingkat 5 sel, 6 sel, 7 sel, 8 sel, dan terus menerus hingga terbentuk balstomer yang terdiri dari 60-70 sel, berupa gumpalan massif yang disebut morula.
Pembelahan atau segmentasi terjadi setelah pembelahan. Zigot membelah berulang kali sampai terdiri dari berpuluh sel kecil yang disebut blastomer. Pembelahan itu bias meliputi seluruh bagian, bias pula hanya sebagian kecil zigot. Pembelahan ini terjadi secara mitosis. Bidang yang ditempuh oleh arah pembelahan ketika zigot mengalami mitosis terus-menerus menjadi banyak sel, disebut bidang pembelahan. Ada 4 macam bidang pembelahan yaitu meridian, vertical, ekuator dan latitudinal
2. Blastulasi dan Nidasi
Setelah sel-sel morula mengalami pembelahan terus-menerus maka akan terbentuk rongga di tengah. Rongga ini makin lama makin besar dan berisi cairan. Embrio yang memiliki rongga disebut blastula, rongganya disebut blastocoel, proses pembentukan blastula disebut blastulasi.
Pembelahan hingga terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir ke dalam uterus. Setelah memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uteus. Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embryo akan mengadakan pertautan dengan dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embryo pada endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini telah lengkap pada 12 hari setelah fertilisasi (Yatim, 1990: 136)
3. Gastrulasi
Menurut Tenzer (2000:212) Setelah tahap blastula selesai dilanjutkan dengan tahap gastrulasi. Gastrula berlangsung pada hari ke 15. Tahap gastrula ini merupakan tahap atau stadium paling kritis bagi embryo. Pada gastrulasi terjadi perkembangan embryo yang dinamis karena terjadi perpindahan sel, perubahan bentuk sel dan pengorganisasian embryo dalam suatu sistem sumbu. Kumpulan sel yang semula terletak berjauhan, sekarang terletak cukup dekat untuk melakukan interkasi yang bersifat merangsang dalam pembentukan sistem organ-organ tbuh. Gastrulasi ini menghasilkan 3 lapisan lembaga yaitu laisan endoderm di sebelah dalam, mesoderm disebelah tengah dan ectoderm di sebelah luar.
Dalam proses gastrulasi disamping terus menerus terjadi pembelahan dan perbanyakan sel, terjadi pula berbagai macam gerakan sel di dalam usaha mengatur dan menyusun sesuai dengan bentuk dan susunan tubuh individu dari spesies yang bersangkutan.
4. Tubulasi
Tubulasi adalah pertumbuhan yang mengiringi pembentukan gastrula atau disebut juga dengan pembumbungan. Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis benih ectoderm, mesoderm dan endoderm, menyusun diri sehingga berupa bumbung, berongga. Yang tidak mengalami pembumbungan yaitu notochord, tetapi masif. Mengiringi proses tubulasi terjadi proses differensiasi setempat pada tiap bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan berikutnya akan menumbuhkan alat (organ) bentuk definitif. Ketika tubulasi ectoderm saraf berlangsung, terjadi pula differensiasi awal pada daerah-daerah bumbung itu, bagian depan tubuh menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm terjadi differensiasi awal saluran atas bagian depan, tengah dan belakang. Pada bumbung mesoderm terjadi differensiasi awal untuk menumbuhkan otot rangka, bagian dermis kulit dan jaringan pengikat lain, otot visera, rangka dan alat urogenitalia.

5. Organogenesis
Organogenesis atau morfogenesis adalah embryo bentuk primitive yang berubah menjadi bentuk yang lebih definitive dan memmiliki bentuk dan rupa yang spesifik dalam suatu spesies. Organogensisi dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir minggu ke 8. Dengan berakhirnya organogenesis maka cirri-ciri eksternal dan system organ utama sudah terbentuk yang selanjutnya embryo disebut fetus (Amy Tenzer,dkk, 2000)
Pada periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi transformasi dan differensiasi bagian-bagian tubuh embryo dari bentuk primitive sehingga menjadi bentuk definitif. Pada periode ini embryo akan memiliki bentuk yang khusus bagi suatu spesies. Pada periode pertumbuhan akhir, penyelesaian secara halus bentuk definitive sehingga menjadi ciri suatu individu. Pada periode ini embryo mengalami penyelesaian pertumbuhan jenis kelamin, watak (karakter fisik dan psikis) serta wajah yang khusus bagi setiap individu. Organogenesis pada bumbung-bumbung:
1.      Bumbung epidermis, menumbuhkan:
a.       Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang bertekstur (susunan kimia) tanduk: sisik, bulu, kuku, tanduk, cula, taji.
b.      Kelenjar-kelenjar kulit: kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh, kelenjar ludah, kelenjar lender, kelenjar air mata.
c.       Lensa mata, alat telinga dalam, indra bau dan indra peraba.
d.      Stomodeum menumbuhkan mulut, dengan derivatnya seperti lapisan email gigi, kelenjar ludah dan indra pengecap.
e.       Proctodeum menumbuhkan dubur bersama kelenjarnya yang menghasilkan bau tajam.
f.       Lapisan enamel gigi.

2. Bumbung endoderm
a.          Lapisan epitel seluruh saluran pencernaan mulai faring sampai rectum.
b.      Kelenjar-kelenjar pencernaan misalnya hepar, pancreas, serta kelenjar lender yang mengandung enzim dlam esophagus, gaster dan intestium.
c.          Lapisan epitel paru atau insang.
d.      Kloaka yang menjadi muara ketiga saluran: pembuangan (ureter), makanan (rectum), dan kelamin (ductus genitalis).
e.          Lapisan epitel vagina, uretra, vesika urinaria dan kelenjar-kelenjarnya.
3.Bumbung neural (saraf)
a.          Otak dan sumsum tulang belakang.
b.      Saraf tepi otak dan punggung.
c.          Bagian persyarafan indra, seperti mata, hidung dan kulit.
d.      Chromatophore kulit dan alat-alat tubuh yang berpigment.
4.Bumbung mesoderm
a.          Otot:lurik, polos dan jantung.
b.      Mesenkim yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai macam sel dan jaringan.
c.          Gonad, saluran serta kelenjar-kelenjarnya.
d.      Ginjal dan ureter.
e.          Lapisan otot dan jaringan pengikat (tunica muscularis, tunica adventitia, tunica musclarismucosa dan serosa) berbagai saluran dalam tubh, seperti pencernaan, kelamin, trakea, bronchi, dan pembuluh darah.
f.          Lapisan rongga tubuh dan selaput-selaput berbagai alat: plera, pericardium, peritoneum dan mesenterium.
g.      Jaringan ikat dalam alat-alat seperti hati, pancreas, kelenjar buntu.
h.      Lapisan dentin, cementum dan periodontum gigi, bersama pulpanya.
Pada minggu ke 5 embryo berukuran 8 mm. Pada saat ini otak berkembang sangat cepat sehingga kepala terlihat sangat besar. Pada minggu ke 6 embrio berukuran 13 mm. Kepala masih lebih besar daripada badan yang sudah mulai lurus, jari-jari mulai dibentuk. Pada minggu ke 7 embryo berukuran 18 mm, jari tangan dan kaki mulai dibentuk, badan mulai memanjang dan lurus, genetalia eksterna belum dapat dibedakan. Setelah tahap organogenesis selesai yaitu pada akhir minggu ke 8 maka embrio akan disebut janin atau fetus dengan ukuran 30 mm.
3.5 Tahap Perkembangan Fetus/Janin
Tahap perkembangan janin dimulai pada bulan ke 3 sampai ke 10.
Pada 6 bulan terakhir perkembangan manusia digunakan untuk meningkatkan ukuran dan mematangkan organ-organ yang dibentuk pada 3 bulan pertama.
Pada saat janin memasuki bulan ke 3, panjangnya 40 mm. Janin sudah mempunyai sistem organ seperti yang dipunyai oleh orang dewasa. Pada usia ini genitalnya belum dapat dibedakan antara jantan dan betina dan tampak seperti betina serta denyut jantung sudah dapat didengarkan.
Pada bulan ke 4 ukuran janin 56 mm. Kepala masih dominan dibandingkan bagian badan, genitalia eksternal nampak berbeda. Pada minggu ke 16 semua organ vital sudah terbentuk. Pembesaran uterus sudah dapat dirasakan oleh ibu.
Pada bulan ke 5 ukuran janin 112 mm, sedangkan akhir bulan ke 5 ukuran fetus mencapai 160 mm. Muka nampak seperti manusia dan rambut mulai nampak diseluruh tubuh (lanugo). Pada yang jantan testis mulai menempati tempat dimana ia akan turun ke dalam skrotum. Gerakan janin sudah dapat dirasakan oleh ibu. Paru-paru sudah selesai dibentuk tapi belum berfungsi.
Pada bulan ke 6 ukuran tubuh sudah lebih proporsional tapi nampak kurus, organ internal sudah pada posisi normal.
Pada bulan ke 7 janin nampak kurus, keriput dan berwarna merah. Skrotum berkembang dan testis mulai turun untuk masuk ke skrotum, hal ini selesai pada bulan ke 9. system saraf berkembang sehingga cukup untuk mengatur pergerakan fetus, jika dilahirkan 10% dapat bertahan hidup.
Pada bulan ke 8 testis ada dalam skrotum dan tubuh mulai ditumbuhi lemak sehingga terlihat halus dan berisi. Berat badan mulai naik jika dilahirkan 70% dapat bertahan hidup.
Pada bulan ke 9, janin lebih banyak tertutup lemak (vernix caseosa). Kuku mulai nampak pada ujung jari tangan dan kaki.
Pada bulan ke 10, tubuh janin semakin besar maka ruang gerak menjadi berkurang dan lanugo mulai menghilang. Percabangn paru lengkap tapi tidak berfungsi sampai lahir. Induk mensuplai antibodi plasenta mulai regresi dan pembuluh darah palsenta juga mulai regresi.
3.6 Karakteristik Janin
3.6.1 Proses Terbentuknya janin laki-laki dan perempuan
Proses terbentuknya janin laki-laki dan perempuan dimulai dari deferensiasai gonad. Awalnya sel sperma yang berkromosom Y akan berdeferensiasi awal menjadi organ jantan dan yang X menjadi organ betina. Deferensiasi lanjut kromosom Y membentuk testis sedangkan kromosom X membentuk ovarium. Proses deferensiasi menjadi testis dimulai dari degenerasi cortex dari gonad dan medulla gonad membentuk tubulus semineferus. Di celah tubulus sel mesenkim membentuk jaringan intertistial bersama sel leydig. Sel leydig bersama dengan sel sertoli membentuk testosteron dan duktus muller tp duktus muller berdegenerasi akibat adanya faktor anti duktus muller, testosteron berdeferensiasi menjadi epididimis, vas deferent, vesikula seminlis dan duktus mesonefros. Karena ada enzim 5 alfareduktase testosteron berdeferensiasi menjadi dihidrotestosteron yang kemudian pada epitel uretra terbentuk prostat dan bulbouretra. Selanjunya mengalami pembengkakan dan terbentuk skrotum. Kemudian testis turun ke pelvis terus menuju ke skrotum. Mula-mula testis berada di cekukan bakal skrotum saat skrotum mkin lmamakin besar testis terpisah dari rongga pelvis.
Sedangkan kromosom X yang telah mengalami deferensiasi lanjut kemudian pit primer berdegenerasi membentuk medula yang terisi mesenkim dan pembuluh darah, epitel germinal menebal membentuk sel folikel yang berkembang menjadi folikel telur. Deferensiasi gonad jadi ovarium terjadi setelah beberapa hari defrensiasi testis. Di sini cortex tumbuh membina ovarium sedangkan medula menciut. PGH dari placenta mendorong pertumbuhan sel induk menjadi oogonia, lalu berplorifrasi menjadi oosit primer. Pada perempuan duktus mesonefros degenerasi. Saat gonad yang berdeferensiasi menjadi ovarium turun smpai rongga pelvis kemudian berpusing sekitar 450 letaknya menjadi melintang.
Penis dan klitoris awalnya pertumbuhannya sama yaitu berupa invagina ectoderm. Klitoris sebenarnya merupakan sebuh penis yang tidak berkembang secara sempurna. Pada laki-laki evagina ectoderm berkembang bersama terbawanya sinus urogenitalis dari cloaca.
3.6.2 Pengeluaran Bayi
Kelahiran bayi dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, proses persiapan persalinan. Dalam tahap ini terjadi pembukaan (dilatasi) mulut rahim sampai penuh. Selanjutnya, tahap kedua adalah kelahiran bayi yang keluar dengan selamat. Tahap ketiga, pengeluaran plasenta. Tahap berikutnya adalah observasi terhadap ibu selama satu jam usai plasenta keluar.
Tahapan yang pertama adalah kontraksi. Ini biasanya fase paling lama. Pembukaan leher rahim (dilatasi) sampai 3 cm, juga disertai penipisan (effasi). Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa hari, bahkan beberapa minggu, tanpa kontraksi berarti (kurang dari satu menit). Tapi pada sebagian orang mungkin saja terjadi hanya 2-6 jam (atau juga sepanjang 24 jam) dengan kontraksi lebih jelas. Setelah itu leher rahim akan semakin lebar.Umumnya fase ini lebih pendek dari fase sebelumnya, berlangsung sekitar 2-3 jam. Kontraksi kuat terjadi sekitar 1 menit, polanya lebih teratur dengan jarak 4-5 menit. Leher rahim membuka sampai 7 cm.
Secara umum dan normal, pembukaan leher rahim akan terus meningkat dengan kontraksi yang makin kuat. Terjadi 2-3 menit sekali selama 1,5 menit dengan puncak kontraksi sangat kuat, sehingga ibu merasa seolah-olah kontraksi terjadi terus-menerus tanpa ada jeda.
Pembukaan leher rahim dari 3 cm sampai 10 cm terjadi sangat singkat, sekitar 15 menit sampai 1 jam. Saat ini calon ibu akan merasakan tekanan sangat kuat di bagian bawah punggung. Begitu pula tekanan pada anus disertai dorongan untuk mengejan. Ibu pun akan merasa panas dan berkeringat dingin.
Posisi calon ibu saat melahirkan turut membantu lancarnya persalinan. Posisi setengah duduk atau setengah jongkok mungkin posisi terbaik karena posisi ini memanfaatkan gaya berat dan menambah daya dorong ibu.
3.6.3 Pengeluaran plasenta
Rasa lelah ibu adalah hal yang tersisa ketika bayi sudah keluar, tapi tugas belum berakhir. Plasenta yang selama ini menunjang bayi untuk hidup dalam rahim harus dikeluarkan.
Mengerutnya rahim akan memisahkan plasenta dari dinding rahim dan menggerakkannya turun ke bagian bawah rahim atau ke vagina. Ibu hanya tinggal mendorongnya seperti halnya mengejan saat mengeluarkan bayi. Hanya saja tenaga yang dikeluarkan tak sehebat proses pengeluaran bayi. Apabila plasenta telah keluar, akan segera dijahit robekan atau episiotomi sehingga kembali seperti semula.








Daftar Pustaka
Corebima, AD. 1997. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press
Sudarwati, Sri.dkk. 1990. Dasar-Dasar Struktur dan Perkembangan Hewan. Bandung: Penerbit ITB
Tenzer, A dkk. 2001. Petunjuk Praktikum Perkembangan Hewan. Malang: JICA UM Malang.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito Penerbit buku

TEKNOLOGI REPRODUKSI MELAHIRKAN PARADIGMA BARU DALAM MASYARAKAT


1. PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk yang unik. Ia tahu bahwa ia tahu dan ia  tahu bahwa ia tidak tahu.  Ia mengenal dunia sekelilingnya dan lebih dari itu ia mengenal dirinya sendiri.  Manusia memiliki akal budi, rasa, karsa, dan daya cipta yang digunakan untuk memahami eksistensinya, dari mana sesungguhnya ia berasal, dimana berada dan akan kemana perginya.   Pertanyaan-pertanyaan selalu muncul, akan tetapi pertanyaan itu belum pernah berhasil dijawab secara tuntas. Manusia tetap saja diliputi ketidaktahuan. Demikianlah  sesungguhnya manusia, siapa saja, eksis dalam suasana yang diliputi dengan pertanyaan–pertanyaan.  Manusia eksis di dalam dan pada dunia filsafat dan filsafat hidup subur di dalam aktualisasi manusia.
            Berdasarkan rasa, karsa dan daya cipta yang dimilikinya manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Namun, perkembangan teknologi yang luar biasa menyebabkan manusia “lupa diri”.  Manusia menjadi individual, egoistik dan eksploitatif, baik terhadap diri sendiri, sesamanya, masyarakatnya, alam lingkungannya, bahkan terhadap Tuhan Sang Penciptanya sendiri.  Karena itulah filsafat ilmu pengetahuan dihadirkan ditengah-tengah keaneka ragaman IPTEK untuk meluruskan jalan dan menepatkan  fungsinya bagi hidup dan kehidupan manusia di dunia ini.
            Salah satu bidang IPTEK yang berkembang pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Cabang ilmu ini mengalami kemajuan pesat dan secara dinamis melahirkan paradigma baru dalam dunia ilmu pengetahuan. Sejarah telah membuktikan, teknologi reproduksi telah mengubah wajah peradaban, yakni dimulai dari diterapkannya inseminasi buatan, super ovulasi sampai aplikasi teknik bayi tabung, bahkan kloning pada manusia sudah mulai dirambah.
Dalam tulisan ini akan diuraikan bagaimana cabang ilmu teknologi reproduksi dapat mengubah tatanan sosial masyarakat ditinjau dari fisafat ilmu pengetahuan. Secara ontologi kajian ini akan membahas apa dan bagaimana teknologi reproduksi manusia. Selanjutnya secara epistemologi akan dibahas tentang metode atau proses yang digunakan dalam pengembangan bioteknologi reproduksi manusia yang bertumpu pada interdisipliner ilmu. Dan yang terakhir tinjauan aksiologi, yaitu manfaat bioteknologi reproduksi bagi kesejahteraan dan kebahagian seluruh umat manusia.  

2. TINJAUAN  ONTOLOGI  TEKNOLOGI REPRODUKSI

            Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani yakni ta onta dan logi. Ta onta berarti berada dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran, sehingga ontologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji tentang keberadaan suatu obyek. Dalam tulisan ini teknologi reproduksi manusia ditempatkan sebagai objek yang akan dikaji.  

2.1 Pengertian Teknologi Reproduksi

            Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan).  Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan meliputi inseminasi buatan, perlakuan hormonal, donor sel telur dan sel sperma, kultur telur dan embrio, pembekuan sperma dan embrio, GIFT (gamet intrafallopian transfer), ZIFT (zygote intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization), partenogenesis dan kloning. Dalam tulisan ini teknologi reproduksi yang akan dikaji adalah teknik in vitro fertilisasi dan kloning.  

2.2 Produk Teknologi Reproduksi

            Bayi tabung merupakan salah satu produk teknologi reproduksi yang dihasilkan baik melalui teknik fertilisasi in vitro maupun kloning.  Fertilisasi in vitro   adalah proses pembuahan yang dilakukan diluar tubuh manusia (di dalam cawan petri), sedangkan teknik kloning adalah  produksi sejumlah individu yang secara genetik identik melalui proses seksual apabila melalui fertilisasi dan aseksual apabila menggunakan sel somatis.  Baik pada fertilisasi in vitro maupun kloning, embrio yang dihasilkan “dititipkan“ kembali kembali ke dalam rahim seorang wanita, baik yang ada hubungan darah maupun yang tidak. Melalui teknologi in vitro, analisis kromosom dari embrio yang memiliki resiko kelainan genetik  dapat dilakukan sebelum dikembalikan kedalam rahim.  Louis Brown adalah bayi tabung pertama yang dilahirkan pada tahun 1978, merupakan kreasi dari Edward and Steptoe (Dawson, 1993; Gordon, 1994).
Pada Kongres Fertilisasi In Vitro dan Genetika Reproduksi Manusia se Dunia Ke 11 di Sydney, tanggal 9–14 Mei 1999, Kwa Yung Cha dkk, mengungkapkan keberhasilan teknik maturasi in vitro pada 33 wanita fertil yang mengalami kelainan PCO (polycystic ovarian syndrome), 20 diantaranya berhasil melahirkan bayi (Kompas, 6 Juni 1999). Di Indonesia, meskipun program bayi tabung dimulai sejak tahun 1988 di RS Harapan Kita, Jakarta, namun baru pada tahun 1997 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta berhasil mengembangkan program ini hingga melahirkan tiga bayi kembar (Kompas, 3 Maret 2001). Di Amerika Serikat, Adam adalah bayi tabung yang khusus diprogram untuk menyelamatkan kakaknya dan berhasil.  
 

3. TINJAUAN EPISTEMOLOGI TEKNOLOGI REPRODUKSI

           
Epistemologi berasal  dari kata episteme yang berarti “pengetahuan” dan logos yang berarti “teori”. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan. Dalam ilmu filsafat, epistemologi dikategorikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan (Nasoetion, 1999; Keraf dan Dua, 2001; Thoyibi, 1999; Mandey, 2000). Dalam tulisan ini dasar pengembangan teknologi reproduksi dan fertilisasi in vitro yang merupakan metode utama untuk menghasilkan bayi tabung diulas sebagai tinjauan epistemologi.  

3.1 Dasar Pengembangan Teknologi Reproduksi

Reproduksi  pada manusia diawali dengan pertemuan antara  sel sperma dan sel telur di dalam organ reproduksi (tuba fallopi) seorang wanita. Penyatuan ini menghasilkan zigot yang akan berkembang menjadi embrio dan  selanjutnya berkembang menjadi janin. Setelah kurang lebih 36 minggu berkembang dalam rahim ibu lahirlah seorang bayi.
            Tidak semua pasangan dapat melakukan proses reproduksi secara normal. Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala yang tidak memungkinkan mereka memiliki keturunan. Pada wanita, kendala ini dapat berupa  sistik ovari, hipofungsi ovarium, gangguan pada saluran reproduksi dan rendahnya kadar hormon progesteron. Sedangkan pada pria, berupa abnormalitas spermatozoa, kriptorkhid, azoospermia, necrospermia dan rendahnya kadar testosteron. Kendala ini merupakan tantangan bagi para ahli yang berkecimpung dalam bidang medis khususnya reproduksi. Mereka terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat membantu pasangan ini keluar dari kesulitan, dengan dasar Ilmu Reproduksi dikembangkanlah teknik fertilisasi in vitro dan kloning.     

3.2 Prosedur Fertilisasi In vitro

            Fertilisasi in vitro dilakukan dengan mengikuti beberapa tahap pendahuluan, yakni sel sperma dan sel telur dikoleksi dari pasangan yang ingin mengikuti program bayi tabung.  Sel sperma dan sel telur dievaluasi kualitasnya dan hanya sel sperma dan sel telur yang berkualitas digunakan untuk fertilisasi. Fertilisasi dilakukan di dalam cawan petri yang mengandung media sesuai dengan kondisi in vivo, kemudian disimpan dalam inkubator sampai  embrio berkembang.  Embrio yang berkembang dengan kualitas excellent dipilih untuk ditransfer ke dalam rahim donor (mother hoster).  Selanjutnya embrio dipelihara dalam rahim donor sampai dilahirkan.
Dalam perkembangan teknik ini, sel sperma atau sel telur tidak hanya diperoleh dari pasangan yang menikah tetapi juga dapat diperoleh dari bank sperma atau pendonor sperma/sel telur. Disamping itu, embrio yang dihasilkan tidak hanya ditransfer kembali ke rahim ibunya tetapi  dapat juga kerahim wanita lain. Contoh kasus seorang wanita  post menopausal berusia 59 tahun  berhasil melahirkan anak kembar pada tahun 1993 (Squier, 1994). Ilustrasi metode fertilisasi in vitro ditunjukkan pada Gambar 1.



 
Gambar 1.  Ilustrasi fertilisasi in vitro  

 

3.3 Prosedur Kloning

            Kloning adalah upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik.  Metode ini dapat dilakukan melalui proses sexual dengan fertilisasi in vitro dan aseksual dengan menggunakan sel somatis sebagai sumber gen (Gambar2).  Pada kloning seksual, langkah awal yang dilakukan adalah fertilisasi in vitro.  Setelah embrio terbentuk dan berkembang mencapai 4 sampai 8 sel maka dilakukan splitting (pemotongan dengan teknik mikromanipulasi) menjadi dua atau empat bagian.  Bagian-bagian embrio ini dapat ditumbuhkan kembali  dalam inkubator hingga berkembang menjadi  embrio normal yang memiliki genetik sama.  Setelah mencapai fase blastosis, embrio tersebut ditransfer kembali ke dalam rahim ibu sampai umur 9 bulan.  Berbeda dengan kloning seksual, pada kloning aseksual, fertilisasi tidak dilakukan menggunakan sperma, melainkan hanya sebuah  sel telur terfertilisasi semu yang dikeluarkan pronukleusnya dan sel somatis.  Karenanya, bila pada kloning seksual, genetik anak berasal dari kedua orang tuanya, maka pada kloning aseksual, genetik anak sama dengan genetik penyumbang sel somatis. 

 

4. TINJAUAN AKSIOLOGI TEKNOLOGI REPRODUKSI

            Aksiologi adalah ilmu yang mempertanyakan nilai suatu obyek yang akan dikaji.  Karena itu dalam tulisan ini diuraikan tentang manfaat dan kontroversi yang ditimbulkan oleh penerapan teknologi reproduksi pada manusia.

4.1 Manfaat dan Kerugian Penerapan Teknologi Reproduksi

Manfaat teknologi reproduksi terutama dirasakan oleh pasangan-pasangan infertil atau orang-orang yang memiliki masalah kesehatan. Dapat dibayangkan bagaimana kebahagiaan pasangan suami isteri yang sudah puluhan tahun tidak dikaruniai anak dan oleh bantuan teknik bayi tabung, mereka dapat memilikinya.  Pasangan suami isteri Yamsun (34) dan Ida Rahmawati (31) telah merasakan manfaatnya.  Pasangan Yansum dan Ida telah berhasil mendapatkan 3 bayi hasil fertilisasi in vitro yang dilakukan di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Mereka langsung mengucapkan syukur pada Tuhan karena karunia ketiga bayi tabung tersebut dan ketiga anaknya itu  diberi nama Rahmat Dani Yamsun, Rahma Dana Yamsun dan Rahma Dini Yamsun (Kompas, 3 Maret 2001).
   




               Gambar 2. Ilustrasi Metode Kloning, (A Kloning seksual, (B) Kloning aseksual.  

Selain untuk memperoleh keturunan, alasan kesehatan juga merupakan fokus utama penerapan teknologi reproduksi.  Sebagai contoh, pasangan  Jack dan Lisa Nash melakukan program bayi tabung dengan alasan kesehatan.  Jack dan Lisa, warga Englewood, Colorado, Amerika Serikat, dalam rubrik kesehatan majalah Gatra 14 Oktober 2000 melaporkan bahwa lewat program bayi tabung yang mereka lakukan lahirlah Adam. Adam dengan sengaja diprogramkan untuk menolong kakaknya, Molly (6 tahun) yang menderita penyakit fanconi anemia, suatu penyakit yang disebabkan tidak berfungsinya sumsum tulang belakang yang memproduksi darah. Bila dibiarkan, penyakit  ini akan menjurus pada leukemia atau kanker darah. Pada program ini darah Adam disuntikkan ke tubuh Molly dan ternyata tidak menimbulkan penolakan  atau komplikasi. “Ini pengalaman yang sangat monumental dalam hidup kami” ujar Lisa (Washington Post dalam Gatra 14 Oktober 2000).
Tidak seperti pada fertilisasi in vitro, kloning pada manusia baru akan dimulai, sehingga secara aktual manfaat dan kerugiannya belum dirasakan.  Namun, beberapa ahli percaya bahwa kloning embrio dan DNA manusia dewasa dapat memberikan beberapa keuntungan, yakni dapat menolong: 1) wanita yang kurang subur.  Bila dia hanya dapat memproduksi 1 sel telur, maka dengan teknik kloning embrio yang dihasilkan oleh satu sel telur tersebut dapat diduplikasi, misalnya menjadi  8 embrio untuk diimplantasikan.  Dengan demikian, peluang untuk menjadi hamil lebih besar.  2) Orang tua yang diketahui memiliki kelainan genetik yang dapat diturunkan pada anaknya.  Dengan teknik kloning, telur terbuahi dapat diduplikasi dan dievaluasi genetiknya.  Hanya klon yang bebas dari kelainan genetik yang diimplantasikan ke rahim ibunya.   Dan 3) Juga dikembangkan untuk menghasilkan individu dengan bakat atau kelebihan tertentu.  Misalnya, kloning DNA dari keluarga yang memiliki kemampuan musikal dilakukan untuk menghasilkan anak yang memiliki potensi serupa.
Disamping manfaat yang diberikan oleh teknologi ini,kerugian juga terjadi.  Dengan kloning maka: 1) Keragaman  populasi akan hilang, akibatnya setiap orang memiliki respon yang sama.  Tentulah hidup ini akan membosankan.  2) Bila manusia secara  genetik sama maka terdapat resiko besar dari patogen tunggal.  Penyakit yang fatal dapat  memusnahkan semuanya.  3) Kloning dianggap tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral.  

 

4.2 Implikasi Penerapan Teknologi Reproduksi

Sejak kelahiran Louis Brown pada tahun 1978, perdebatan mengenai boleh tidaknya in vitro fertilisasi dilakukan pada manusia mulai hangat dibicarakan. Perdebatan ini terfokus pada implikasi theologika, etika, legalitas dan sosial, baik menyangkut prosedur maupun produk yang dihasilkan.
Dimensi theologika penerapan teknologi reproduksi di tanggapi secara beragam.  Sebagian kelompok agamawan menolak fertilisasi in vitro pada manusia karena mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya mempermainkan Tuhan yang merupakan Sang Pencipta.  Juga banyak kalangan menganggap bahwa pengklonan manusia secara utuh tidak bisa dilakukan sebab ini dapat dianggap sebagai “intervensi” karya Ilahi. 
Sebaliknya, Sheikh Mohammad Hussein Fadlallah, seorang pemandu spiritual muslim fundamentalis dari Lebanon berpendapat, adalah salah jika menganggap kloning adalah suatu intervensi karya Ilahi.  Peneliti dianggapnya tidak menciptakan sesuatu yang baru.  Mereka hanya menemukan suatu hukum yang baru bagi ormanisme, sama seperti ketika mereka menemukan fertilisasi in vitro dan transplantasi organ (http://www.religioustolerance-.org/-clo_reac.htm).  
Professor Abdulaziz Sachedina dari Universitas Virginia mengemukakan bahwa Allah adalah kreator terbaik.  Manusia dapat saja melakukan intervensi dalam pekerjaan alami, termasuk pada awal perkembangan embrio untuk  meningkatkan kesehatan atau embrio splitting untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan, namun perlu diingat, Allahlah Sang pemberi hidup (Sachedina, 2001).
Dimensi etika dari isu ini terutama terpusat pada pertanyaan mengenai cara atau prosedur penerapan teknologi reproduksi.  Sebagian masyarakat menolak dengan alasan moral.   Penolakan ini timbul karena dalam program bayi tabung, proses pembuahan dilakukan pada cawan petri sehingga hanya embrio yang diperlukan dimasukkan kembali ke dalam rahim, sisanya “dibuang”. Hak hidup embrio yang dibuang inilah yang dipermasalahkan. Banyak kalangan memandang tindakan itu sebagai pembunuhan. 
Hubungan fundamental antar manusia, hubungan laki-laki dan perempuan dan kasih sayang, dipertanyakan eksistensinya bila melakukan fertilisasi in vitro.  Hal ini menjadi lebih buruk bila sel telur dibuahi oleh sperma yang bukan dari suami yang sah, misalnya dari bank sperma, atau sebaliknya dari pendonor telur.  Apabila embrio berasal dari penyatuan benih pasangan suami istri yang sah, namun istri tidak bisa memelihara embrio dan terpaksa dititipkan ke mother hoster maka dari sudut hukum islam keadaan demikian tidak diperbolehkan karena ada kemungkinan si mother hoster menerima sperma dari suaminya sendiri, dengan demikian jaminan nasabnya (keutuhan keturunannya) diragukan (Hadipermono, 1995).
Legalitas penerapan teknologi ini didasarkan pada berbagai pendapat yang pro dan kontra.  Pertentangan ini mengundang perhatian pemerintah Inggris untuk menengahi perbedaan pandangan dari kelompok yang pro dan kontra.  Maka disusunlah undang-undang yang mengizinkan penelitian pada embrio manusia yaitu dapat dilakukan hanya sampai umur 14 hari sesudah fertilisasi.  Menurut Johnson dan Everit, 1985 umur embrio yang mampu implantasi didalam rahim adalah tahap blastosis atau pada umur 14 – 18 hari setelah fertilisasi.  Karena itu pembuangan embrio berumur kurang dari 12 hari dipandang tidak mengurangi hak hidup calon  anak.
Disamping itu, penerapan teknologi ini diizinkan bila dilakukan dengan alasan kesehatan dan pengobatan, atau untuk meningkatkan nilai genetik sehingga menghasilkan manusia yang lebih berkualitas.  Dan yang lebih penting lagidilakukan oleh pasangan yang sah. Hal ini dikemukakan oleh sebagian  pakar agama, baik dari Islam, Kristen, maupun Yahudi (http://www.religioustolerance-.org/-clo_reac.htm).  Sebagiannya lagi mengemukakan bahwa tidak ada alasan kloning pada manusia dilakukan, mereka menganggap perlakuan itu dari segala sisi adalah tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral (http://www.islamonline.net/iol-english/dowalia/techng-15-10/techng1b.asp).
Disamping berbagai manfaat, teknologi ini juga menimbulkan berbagai dampak sosial dalam masyarakat.   Masalah seringkali muncul setelah bayi produk teknologi ini lahir. Posisi si anak menjadi simpang siur dalam tatanan kemasyarakatan, terutama bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel telur yang digunakan berasal dari pendonor. Akibatnya silsilah anak tersebut menjadi tidak jelas.   Akibatnya, dikemudian hari dapat saja terjadi perkawinan antar kelaurga dekat tanpa disengaja, misalnya antara anak dengan bapak atau dengan ibu atau antar saudara.  Maka besar kemungkinan akan lahir generasi-generasi cacat akibat inbreeding.
Masalah lain yang ditimbulkan oleh teknologi ini adalah perebutan bayi. Mungkin kita masih mengingat kasus yang menimpa pasangan suami isteri yang menitipkan embrionya dalam rahim mother hoster. Setelah sekitar 36 minggu mengandung dan akhirnya melahirkan bayi titipan tersebut, si mother hoster mengklaim bayi tersebut miliknya, dan tidak bersedia mengembalikannya pada ayah dan ibu biologisnya. 

 

PENUTUP

            Berdasarkan tinjauan ontologi, epistemologi dan aksiologi maka dapat disimpulkan bahwa:  
  1. Perkembangan teknologi reproduksi (fertilisasi in vitro dan kloning) tidak dapat dielakkan,  
  2. IPTEK seringkali berbenturan dengan nilai kemanusiaan, 
  3. Pro dan kontra terhadap penerapan teknologi reproduksi dipengaruhi oleh kepentingan masing-masing pihak dan kualitas keimanan seseorang, dan 
  4. Karena penerapan teknologi ini maka perubahan paradigma dalam masyarakat tidak dapat dihindari.